Powered By Blogger

Sabtu, 01 Januari 2011

FILSAFAT ILMU




Oleh: Totok Budiantoro

Filsafat Ilmu
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science itu, apa yang menjadi landasan asumsinya, bagaimana logikanya (doktrin netralistik etik), apa hasil hasil empirik yang dicapainya, serta batas batas kemampuannya (Soetriono & Rita Hanafie, 2007). Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
            Filsafat meminjam pemikiran Will Durrant, dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafatpun pergi.



Pengertian Ilmu
Ilmu diterjemahkan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis melalui pemikiran yang mendalam, serta dapat ditelaah oleh orang lain yang ingin mempelajarnya. ilmu adalah pengetahuan (knowledge) dimana untuk mendapatkan pengetahuan bisa melalui berbagai cara, bisa melalui pengetahuan panca indra, pengetahuan hasil pemikiran manusia atau pengetahuan ilmu. pengetahuan adalah apa yang kita ketahui tentang obyek tertentu.
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme–positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan
yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Disamping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).

Pengertian Metode Berpikir Ilmiah
Secara etimologi, metode berasal dari bahasa yunani yaitu kata meta (sesudah atau dibalik sesuatu) dan hodos (jalan yang harus ditempuh). jadi metode adalah langkah-langkah (cara dan teknis) yang diambil, menurut urutan atau sistematika tertentu untuk mencapai pengetahuan tertentu, Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Metode berpikir ilmiah merupakan prosedur, cara atau teknik dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu, jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah atau dengan kata lain bahwa suatu pengetahuan baru dapat disebut suatu ilmu apabila diperoleh melalui kerangka kerja ilmiah, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Pendapat lain mengatakan bahwa metode ilmiah adalah sebuah prosedur yang digunakan ilmuwan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukan dengan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru dan melakukan peninjauan kembali kepada pengetahuan yang telah ada. Tujuan dari penggunaan metode ilmiah adalah tuntutan supaya ilmu pengetahuan bisa terus berkembang seiring perkembangan zaman dan menjawab tantangan yang dihadapi.

Manfaat Metode Berpikir Ilmiah
Seperti diketahui bahwa berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, dengan menggunakan metode berpikir ilmiah manusia bisa terus meng Up date pengetahuan menggali dan mengembangkannya. Sifat ingin tahu pada diri manusia mendorong manusia mengungkapkan pengetahuan, meski dengan cara dan pendekatan yang berbeda.
M. Solly Lubis menjelaskan bahwa manusia mampu mengembangkan pengetahuannya karena dua hal: pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat dijadikan media untuk mengkomunikasikan informasi dan jalan pikirannya; dan kedua, manusia memiliki kemampuan berpikir berdasarkan suatu alur dan kerangka berpikir tertentu, dengan kata lain, bahasa yang komunikatif dan nalar memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya, dan nalar sebagai bagian dari kegiatan berpikir memiliki dua ciri utama yaitu logis dan analitis
Secara historis, terdapat empat cara manusia memperoleh pengetahuan yang tadi disebut sebagai pelekat dasar kemajuan manusia, keempat cara tersebut adalah: 1) berpegang pada sesuatu yang sudah ada (metode keteguhan); 2) merujuk kepada pendapat ahli (metode otoritas); 3) berpegang pada intuisi (metode intuisi); 4) menggunakan metode ilmiah. Cara pertama Sampai cara ketiga, disebut sebagai cara kebanyakan orang, atau orang awam dan cenderung tidak efisien, dan kurang produktif bahkan terkadang tidak objektif dan tidak rasional. Sedangkan cara terakhir, yaitu metode ilmiah adalah cara ilmiah yang dipandang lebih rasional, objektif, efektif dan efisien. Cara yang keempat ini adalah cara bagaimana para ilmuwan memperoleh ilmu yang dalam prakteknya metode ilmiah untuk mengungkapkan dan mengembangkan ilmu dikerjakan melalui cara kerja penelitian.
Bahwa manusia disadari atau tidak akan selalu menghadapi masalah, manusia selalu dituntut untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya bagaimana seorang nelayan agar bisa mendapatkan ikan yang banyak, petani agar tanamannya tidak diserang hama dengan hasil yang memuaskan, termasuk bagaimana cara mendidik anak tentu semua itu ada metode penyelesaiannya terlepas dari apakah permasalahan itu modusnya sama dengan yang pernah terjadi dulu sekalipun dengan tantangan baru maka metode penyelesaiannya pun harus baru pula. Karena itulah tuhan memberikan manusia akal pikiran, agar manusia mengoptimalkan fasilitas yang suduh diberikan oleh tuhannya agar bisa menjawab tantangan zaman dan permasalahan yang muncul dengan seting sosial dan modus yang berbeda pula. Masalahnya bisakah manusia bercocok tanam, menangkap ikan, mendidik anak dengan baik tanpa adanya metode tertentu dalam melahirkan pengetahuan. Dan pengetahuan diperoleh melalui sebuah sistem tata fikir yang dilakukan manusia, oleh karena itu hal ini menunjukan bahwa penelitian ilmiah dengan metode ilmiah memiliki peranan penting dan memberikan manfaat yang banyak dalam membantu manusia dalam memecahkan permasalahannya. Pengetahuan mempunyai sistem dan ilmu adalah pengetahuan yang sistematis, pengetahuan yang dengan sadar menuntut kebenaran, dan melalui metode tertentu.

Prosedur Berpikir Ilmiah
Penalaran rasional dan empiris merupakan dua model yang selalu menjadi sumber sekaligus metodologis dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, ilmu yang dihasilkan dari sumber tadi, selalu menuntut dilakukan observasi dan penjelajahan baru terhadap masalah yang dihadapi dari pra anggapan (hipiotesis/dedukasi), pengujian dilakukan melalui studi lapangan (empiris/induksi). Jadi metode ilmiah adalah penggabungan antara cara berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris) dalam membangun pengetahuan.
Secara rasioanal maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dan yang tidak. Dengan demikian bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni (a) harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan; dan (b) harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif dimana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem. Teori apapun konsistennya jika tidak didukung pengujian empiris maka tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. begitupun sebaliknya seberapa pun faktualitasnya fakta-fakta yang ada, tanpa didukung asumsi rasional maka ia hanya akan menjadi fakta yang mati yang tidak memberikan pengetahuan kepada manusia.
Oleh karena itu, sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, yang biasanya disebut hipotesis. Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang kita hadapi, hipotesis berfungsi sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk memperoleh jawaban. Hipotesis disusun berdasarkan cara kerja deduktif, dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya. Penyususnan hipotesis berguna untuk menunjang terjadinya konsistensi pengembangan ilmu secara keseluruhan dan menimbulkan efek kumulatif dalam kemajuan ilmu. Hipotesis dapat menjadi jembatan pemanduan antara cara kerja deduksi dan induksi.
Langkah selanjutnya setelah penyusunan hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut dengan mengkonfrontasikannya, mengkomunikasikannya dengan dunia fisik yang nyata, dalam proses pengujian ini merupakan pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan. fakta-fakta ini bisa bersifat sederhana yang bisa langsung ditangkap oleh panca indra ada juga yang harus menggunakan alat seperti teleskop dan mikroskop.
Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis, metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypofhetico-verifikafio (logic, hipotetik, sekaligus verifikatif). Perkawinan berkesinambungan antara deduksi dan induksi disebut dengan prosedur berpikir ilmiah. proses induksi diperlukan untuk melakukan verifikasi atau pengujian hipotesis di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah sebuah hipotesis didukung oleh fakta atau tidak.
"Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses Logico-hypofhefico-verifikafio ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
2. Pernyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan
3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan
4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup dan mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran di sini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. langkah-langkah diatas harus dianggap sebagai patokan utama di mana dalam penelitian yang sesungguhnya mungkin saja berkembang berbagai variasi sesuai dengan bidang dan permasalahan yang diteliti.
Penelitian merupakan pencerminan secara kongkret kegiatan ilmu dalam memproses pengetahuannya. Struktur berpikir yang melatar belakangi langkah-langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan. Dengan demikian maka penguasaan metode ilmiah merupakan persyaratan untuk dapat memahami jalan pikiran yang terdapat dalam langkah-langkah penelitian.

PARADIGMA PARADIGMA DALAM FILSAFAT
Paradigma
            Salah satu dari banyak hal yang sangat mempengaruhi dan membentuk suatu teori adalah apa yang dikenal dengan istilah paradigma (Mansour Fakih,2009). Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kacamata atau alat pandang. Sedangkan pengertian yang lebih akademis dapat diartikan sebagai suatu kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan teori (Mansour Fakih,2009).
            Dominasi paradigma terhadap paradigma yang lain sesungguhnya bukan persoalan “salah atau benar” yaitu yang benar akan memenangkan paradigma yang lain. Menurut Ritzer mengungkapkan bahwa kemenangan paradigma atas paradigma yang lain lebih disebabkan karena pendukung paradigma yang menang lebih mempunyai kekuatan dan kekuasaan (power) (Ritzer,1975). Berangkat dari sinilah yang menjadikan pemahaman terhadap paradigma menjadi sangat penting agar pencari pengetahuan menjadi lebih kritis dan obyektif dalam melihat suatu persoalan dan bagaimana pemecahannya.

Paradigma modernisme
            Paradigma modernisme mengklaim bahwa realitas eksternal dapat ditemukan, digambarkan dan dipahami. Fakta yang mengatakan modernisme dapat menemukan realitas sebenarnya didasarkan pandangan realisme (realism), realisme meyakini realitas sebagai dunia nyata yang tersusun atas struktur yang keras, berwujud dan relatif permanen (Burrell dan Morgan,1979). Bagi seorang realis, realitas sosial eksis secara independen dari pelaku sosial, menurut pemahaman paradigma modernisme realitas sosial sudah ada sebelum individu masuk. Pemahaman yang mendasar pada paradigma modernisme adalah ilmu pengetahuan adalah bebas dari nilai.
            Ketika kita memahami pengetahuan sebagai sesuatu yang bebas nilai, konsekwensinya adalah ilmu pengetahuan dilihat sebagai suatu realitas realitas semata. Ilmu pengetahuan alam melihat realitas alam sebagai keteraturan alam semesta yang sudah tercipta sebagaimana mestinya, Ilmu pengetahuan disini hanya melihat fenomena fenomena keteraturan alam tersebut sebagaimana adanya, bukan melihat sebagaimana seharusnya. Sedangkan dalam ilmu sosial hanya melihat realitas realitas yang ada di masyarakat sebagaimana fenomena apa adanya, ilmu pengetahuan sosial hanya sekedar realitas yang ada dimasyarakat.

Paradigma Postmodernisme
            Paradigma Postmodernisme  tidak memiliki bentuk tubuh yang utuh seperti modernisme, postmodernisme merepresentasikan bersatunya unsur unsur dari orientasi yang berbeda beda dan bahkan bertentangan (Resenau,1992). Postmodernisme tidak memperhatikan tapal batas yang ketat dari isme.
            Postmodernisme menyesuaikan, menstransformasikan dan mentransendensikan, misalnya; strukturalisme, romantisme, fenomenalisme, nihilisme, eksistensialisme marxisme, teori kritik dan anarkhisme. Postmodernisme melihat ilmu pengetahuan bersifat subyektif, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai atau terikat pada nilai nilai tertentu.
            Konsekwensi paradigma postmodernisme yang melihat ilmu pengetahuan terikat pada nilai nilai tertentu hal ini memungkinkan keberpihakan pada kelompok dan kepentingan tertentupula. Postmodern melihat ilmu pengetahuan harus memihak karena ilmu pengetahuan tidak hanya sekedar memahami realitas alam atau realitas sosial yang ada, tapi ilmu pengetahuan harus mampu merubah realitas sosial yang tidak benar menjadi benar, ilmu pengetahuan harus mampu mengubah realitas yang bermasalah dan tidak adil menjadi realitas yang tidak bermasalah dan menjadi adil. Disinilah keberpihakan ilmu diperlukan untuk mengubah realitas sosial yang tidak baik menjadi lebih baik. Yang menjadi persoalan sekarang kepada siapa ilmu pengetahuan itu berpihak.
           
Paradigma Interpretif
paradigma interpretif telah dipasang rambu rambu bahwa prinsip prinsip yang terdapat dalam ilmu alam tidak bisa diambil dan dimasukkan begitu saja ke dalam ilmu ilmu sosial. Karakter ilmu sosial sangat berbeda dengan karakter ilmu alam, sehingga bagi paham interpretif, sumber dari perilaku sosial dalam tataran ontologi dianggap tidak terletak di luar aktor. Hal itu berarti bahwa realitas sosial sebenarnya secara sadar dan secara aktif dibangun sendiri oleh individu individu. Setiap individu mempunyai potensi untuk memberi makna apa yang dilakukan. Realitas sosial adalah produk dari interaksi antar individu yang sangat sarat makna.

Teori Kritik
            Kritik merupakan metode yang mutlak perlu dikembangkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan (Soetriono & Rita Hanafie,2007). Kritik dapat diartikan sebagai refleksi individu maupun kelompok masyarakat atas konflik konflok psikis yang menghasilkan represi (penekanan) dan ketidak bebasan internal. Dengan refleksi itu manusia mengenyahkan kekuatan asing yang membelenggu dirinya. Jadi kritik merupakan pembebasan individu dan masyarakat dari irrasional ke rasionalitas, dari ketidaksadaran menjadi kesadaran.
            Tanpa kritik, paradigma (Obyek studi, teori dan metode) yang telah melembaga akan menjelma menjadi ideologi. Pelembagaan saling kritik dalam ilmu pengetahuan merupakan prasyarat yang mutlak perlu sebagai upaya menemukan obyektifitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Paradigma Kritikal
            Paradigma kritikal merupakan paradigma yang menganggap bahwa penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengekpose hubungan nyata (real relations) yang di bawah permukaan mengungkap mitos dan ilusi dan menekankan pada usaha menghilangkan kepercayaan dan ide ide yang salah, menekankan pada pembebasan dan pemberdayaan (Triyuwono,1998;4).
            Paradigma ini didasari pada anggapan hakikat diri manusia yang dinamis, manusia sebagai pencipta nasib hidupnya, manusia yang ditekan, dieksploitasi, dibatasi, dicuci otaknya, diarahkan, dikondisikan dan ditutupi dalam upaya mengaktualisasikan potensinya (Soetriono & Rita Hanafie,2007). Konsekwensi dari anggapan ini adalah bahwa paradigma ini memandang realitas sosial sebagai realitas yang sangat kompleks (yang tampak dan nyata), penuh dengan kontradiksi, tekanan dan konflik, sehingga tidak mengherankan bila ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu alat yang digunakan sebagai alat untuk membebaskan dan memberdayakan manusia dan juga menganggap bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bebas dari nilai (not value free).

Paradigma Humanis Radikal
            Menurut Burrel dan Morgan (1994;31) Paradigma kritikal dibagi menjadi dua yaitu paradigma Humanis radikal dan paradigma Strukturalis radikal.
Dalam pandangan Paradigma humanis radikalis dunia sosial adalah perspektif yang cenderung nominalis, antipositivitas, voluntaris dan idegrafik, tetapi kerangka referensinya dilakukan pada pandangan masyarakat yang menekankan pentingnya merobohkan atau menstrandenkan batasan susunan sosial yang ada (Soetriono & Rita Hanafie,2007). Humanis radikal menempatkan seluruh penekanan atas perubahan radikal, mode dominasi, emansipasi, pencabutan dan potensialitas.
Humanis radikal memberikan perhatian umum kepada pengeluaran kesadaran dan pengalaman dari dari dominasi dengan berbagai aspek, dimana mereka mencari untuk mengubah dunia sosial melalui perubahan dalam mode pengetahuan dan kesadaran.

Paradigma Strukturalis Radikal
            Strukturalisme radikal dilakukan pada perubahan radikal, emansipasi dan potensial dalam suatu analisis yang menekankan pada konflik struktural, mode dominasi, kontradiksi dan pencabutan. Mendekati perhatian umum dari sudut pandang yang cenderung menjadi realis, positivis dan namithetic (Burrel dan Morgan 1994:33-34).
            Strukturalis radikal berkonsentrasi pada hubungan struktural dalam dunia sosial realis. Strukturalis radikal menekankan pada kenyataan bahwa perubahan radikal dibangun dengan sangat alami dan pada struktur masyarakat masa kini, di mana mereka mencari untuk memberi penjelasan antar hubungan dasar dalam konteks bentuk total sosial (Soetriono & Rita Hanafie,2007).
            Menurut Ghozali strukturalis radikal menfokuskan pada konflik mendasar sebagai produk hubungan kelas dan struktur pengendalian. sementara itu humanis radikal menitik beratkan pada kesadaran individu, keterasingan manusia dan bagaimana kedua hal ini dapat mendominasi pengaruh ideologi. Perbedaan antara keduanya, strukturalis radikal memperlakukan social world sebagai subyek eksternal dan memiliki hubungan yang terpisah dari manusia tertentu. Sementara itu humanis radikal menfokuskan pada persepsi individu dan interpretasi- interpretasinya (Soetriono & Rita Hanafie,2007).

Sarana Ilmiah
Dalam berpikir untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tentu tidak terlepas dari alat atau sarana ilmiah. Sarana ilmiah dimaksud meliputi beberapa hal yaitu bahasa, matematika, statistika, dan logika. Hal ini mempunyai peranan sangat mendasar bagi manusia dalam proses berpikir dan mengkomunikasikan maupun mendokumentasikan jalan pikiran manusia.
Bahasa merupakan suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer (bermakna) yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: simbol-simbol vokal arbitrer, suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer dan yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Bahasa berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Hal ini disebut bahasa ilmiah, tentu beda dengan bahasa agama yaitu kalam ilahi yang terabadikan ke dalam kitab suci dan ungkapan serta perilaku keagamaan dari suatu kelompok sosial.
Matematika sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Fungsi matematika hampir sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Matematika merupakan ilmu deduktif yang memiliki kontribusi dalam perkembangan ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial.
 Statistik mengandung arti kumpulan data yang berbentuk angka-angka (data kuantitatif). Penelitian untuk mencari ilmu (penelitian ilmiah), baik berupa survei atau eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan menggunakan teknik-teknik statistik. Statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif, jadi bahasa, matematika, statistik memiliki peranan yang sangat mendasar dalam berpikir logika dan tidak dapat terlepas satu sama lain dalam berbagai bidang aspek kehidupan ilmiah manusia.
Logika merupakan sarana berpikir sistematis, valid, cepat, dan tepat serta dapat dipertanggungjawabkan dalam berpikir logis dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu seperti: mencintai kebenaran, mengetahui apa yang sedang dikerjakan dan apa yang sedang dikatakan, membuat perbedaan dan pembagian, mencintai defenisi yang tepat, dan mengetahui mengapa begitu kesimpulan kita serta menghindari kesalahan-kesalahan.

Hubungan antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, matematika dan Statistika
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain. Dengan mempergunakan teknik-teknik statistik yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan dari pengumpulan data statistik dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan kegiatan praktis dan kegiatan keilmuan. Perbedaan yang penting dari kedua kegiatan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkan telah diketahui, paling tidak secara prinsip, di mana konsekuensi dalam memilih salah satu dari
alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi. Di pihak lain, kegiatan statistika dalam bidang keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu keputusan yang konsekuensinya sama sekali belum diketahui.
Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang kita hadapi. Dalam hal ini statistika memberikan jalan keluar untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin besar contoh yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.

Metode Penelitian
            Metodologi adalah pengetahuan tentang metode metode, jadi metodologi penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian. Setiap penelitian pada dasarnya memiliki metode penelitian masing masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian (Jujun,1999). Oleh sebab itu maka kegiatan pertama dalam penyusunan metodologi penelitian adalah menyatakan dengan lengkap dan operasional tujuan penelitian yang mencakup bukan saja variabel variabel yang akan diteliti dan karakteristik hubungan yang akan diuji melainkan sekaligus juga tingkat keumuman (level of generality) dari kesimpulan yang akan ditarik seperti tempat, waktu, kelembagaan dan sebagainya.
           

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Fakih, Mansour, 2009, Buntunya Teori Pembangunan dan Globalisasi, INSISTPress, Yogyakarta.
Soetriono & Rita Hanafie, 2007, Filsafat ilmu dan Metodologi Penelitian, Andi,      Yogyakarta.
Suriasumantri, Jujun, 1993, Filsafat ilmu sebuah pengantar Populer, Pustaka Sinar harapan, Jakarta.
Thoha, Mahmud, 2004, Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan sosial & Humaniora, TERAJU, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar