Powered By Blogger

Senin, 27 Desember 2010

PATOLOGIS PELAYANAN PUBLIK

Kondisi Patologis Pelayanan Publik

            Sejumlah penelitian di beberapa daerah menemukan tingginya tingkat penolakan aparat untuk memberi layanan dengan alasan kurangnya alasan administratif, sedang keluhan yang diterima aparat hanya ditampung (Suryadi, 2010). Penelitian mengenai perilaku polantas dalam pelayanan pendaftaran kendaraan bermotor di Samsat jakarta menemukan adanya dua pola perilaku pelayanan yaitu pola perilaku prosedural dan pola perilaku diluar prosedural seperti toleran, saling menguntungkan, diskriminatif dan penghindaran. Sementara itu, penelitian Teruna mengidentifikasikan bentuk bentuk patologis seperti: Intimidasi, arogan, diskriminatif, minta komisi, ingin mudah. Sementara itu dalam penelitian Rohma(2007: 281) menemukan perilaku patologis seperti tidak responsif, superior, tidak demokratis dan diskriminatif. Hasniati (2007: 275) menemukan bentuk bentuk patologis seperti: aji mumpung, superior, pengabaian, sebagai calo, suap, diskriminatif. Sementara ituPenelitian Rendra (2010: 150) yang meneliti implementasi E-Government pada Pemda Sragen menghasilkan hal yang berbeda, dengan adanya E-Government menghasilkan peningkatan kualitas pelayanan publik diberbagai urusan, dalam bentuk percepatan waktu yang diperlukan, kemudahan dan transparansi prosedur, penurunan biaya, kenyamanan biaya.
            Pelayanan publik diberbagai daerah dari hasil berbagai penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, ada beberapa tempat dimana patologi pelayanan begitu parah dan tidak mudah untuk diperbaiki, sementara ada juga berbagai tempat yang menunjukkan kemajuan dalam bidang pelayanan dimana pelayanan semakin meningkat dalam perspektif semakin murah, semakin cepat, semakin berkwalitas dan semakin demokratis. 
            Tuntutan masyarakat terhadap perbaikan pelayanan publik yang prima, bukan hanya sekedar sebagai hak warga negara tetapi sudah menjadi kewajiban Negara untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakatnya. Reformasi dan otonomi daerah salah satu pemicu dari upaya upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik diberbagai daerah. Beberapa daerah mengadakan berbagai program seperti E-Government di Sragen, Debirokratisasi dengan mengadakan penyederhanaan protap dan penguatan kelembangaan di Pemkot Malang (Purwanto, 2004: 121) dan beberapa daerah lain yang mengadakan pelayanan terpadu satu pintu adalah beberapa bentuk usaha untuk meningkatkan pelayanan publik. Upaya perubahan diberbagai jenis pelayanan publik tersebut merupakan usaha bagaimana patologi pelayanan yang tidak baik menjadi lebih baik agar sesuai dengan hak warga negara dan kwajiban negara untuk memberikan pelayanan publik yang berkwalitas.

Motif Perilaku Pemberi Layanan
            Pada dasarnya setiap tindakan seseorang yang dilakukan secara sadar dapat dipastikan dilandasi motif motif tertentu. Motif dapat timbul dari dalam diri manusia karena ada kebutuhan dasar manusia yang bersifat universal. Motif dapat pula berupa dorongan dari luar. Menurut Moenir (2000: 17) rangsangan dari luar dalam bentuk benda atau bukan benda yang dapat menimbulkan dorongan pada orang untuk memiliki, menikmati atau mencapai benda/ bukan benda tersebut disebut motivasi, sedangkan benda atau bukan benda yang bersifat merangsang tersebut disebut motivator.
            Ada dua faktor penting yang mempengaruhi kekuatan motif, yaitu pengharapan dan ketersediaan (Hersey dan Blanchard, 1992:217). Pengharapan adalah peluang, menurut persepsi individu, untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu berdasarkan pengalaman pengalaman masa lampau, sedangkan ketersediaan adalah keterbatasan – keterbatasan lingkungan sebagaimana dipersepsikan oleh individu – individu tersebut. Pengharapan cenderung mempengaruhi motif atau kebutuhan dan ketersediaan cenderung mempengaruhi persepsi tentang tujuan. Motif atau kebutuhan individu diarahkan kepada tujuan. Tujuan diinterpretasikan oleh individu dalam hubungannya dengan ketersediaannya. Apakah tersedia atau tidak tersedia di dalam lingkungannya, yang hal ini mempengaruhi pengharapannya, jika pengharapan tinggi, kekuatan motif akan meningkat. Dengan demikian akan terjadi siklus hubungan antara motif dengan pengharapan, dan tujuan dan perilaku dalam suatu sistem bermotivasi.
            Dalam kasus seseorang dalam memberikan pelayanan yang baik, bisa saja didasari oleh berbagai motif. Birokrat yang melakukan pelayanan yang baik bisa saja dimotifasi karena nilai nilai idealisme, bisa juga karena ingin dinilai baik oleh pimpinan, bisa juga karena tekanan dari masyarakat. Ketiga motif ini bisa berdiri sendiri sendiri, atau juga sebagai kesatuan motifasi.  Perilaku yang berbeda beda mungkin merupakan cermin dari kebutuhan yang sama. Contoh, seorang birikrat yang memiliki kebutuhan yang sama, bisa melakukan dengan cara yang berbeda untuk mencapai tujuannya. Birokrat yang satu mungkin melakukan pelayanan yang terbaik untuk mendapatkan tambahan dari orang yang dilayaninya, tapi birokrat yang satu mungkin justru mempersulit pelayanan agar supaya orang yang dilayani memberikan sogokan agar pelayanannya dipermudah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan tindakan yang berbeda beda mungkin bisa dilatarbelakangi karena kebutuhan yang sama.
            Secara umum dapat digambarkan motif perilaku birokrasi pemberi pelayanan ada beberapa motif yang mendasar yaitu, motif untuk mendapatkan tambahan penghasilan, motif berprestasi dan motif karena pengabdian.
                       
Perilaku Pemberian Pelayanan
            Dalam prakteknya ditemukan  pemberian pelayanan yang diskriminatif. Masyarakat telah dipilah pilah kedalam kelompok yang berbeda beda dan mendapat perlakuan yang berbeda beda pula. Urusan yang ditangani juga dibedakan, antara urusan besar dan urusan kecil yang berimplikasi pada pemberian pelayanan.
            Ada beberapa bentuk perilaku pemberian pelayanan, Pemberian pelayanan istimewa, pelayanan istimewa ini diberikan kepada kelompok masyarakat yang berkuasa, yaitu memiliki posisi berpengaruh dalam pemerintahan baik yang ada didalam maupun di luar birokrasi. Pemberian pelayanan khusus, pelayanan ini diberikan terutama untuk urusan yang dipandang besar, khususnya kepada publik yang memiliki kemampuan finansial cukup besar, atau orang orang kaya dengan prinsip tidak memaksa dan tidak melanggar aturan. Pemberian pelayanan prima, jenis ini khususnya untuk pelayanan pelayanan yang dipandang sebagai urusan yang sederhana, atau urusan yang menyangkut kepentingan umum, urusan yang dapat ditangani sendiri oleh Dinas Perijinan.

Kesimpulan
            Pelayanan yang baik harus didasarkan pada standar yang jelas. Standarisasi tersebut bisa berupa kepastian waktu pelayanan, kepastian biaya pelayanan, kepastian tempat pelayanan dan tidak adanya diskriminasi dalam pelayanan publik. Dengan standarisasi yang jelas maka motif motif dari perilaku birokrasi yang tidak benar tereduksi dengan adanya standar yang jelas tersebut. Standarisasi pelayanan bisa dijadikan pedoman apakah seorang pelayan publik tersebut melayani sesuai dengan standart, di bawah standart atau di atas standart. Bagi pelayan publik yang melakukan pelayanan diatas standar yang telah ditentukan, maka dia akan mendapatkan reward atau hadiah, tetapi bagi pelayan publik yang melakukan pelayanan di bawah standart dia akan mendapatkan punishment atau hukuman karena pelayanan yang tidak baik tersebut.
            Orang yang memiliki motif yang sama, mungkin sekali melakukan tindakan yang sangat berbeda. Oleh sebab itu motif untuk berprestasi merupakan salah satu motif yang harus direpresentasikan kedalam motif perilaku birokrasi. Motif berprestasi ini akan menciptakan demokratisasi dalam pelayanan, karena tidak membedakan siapa yang dilayani, urusan yang dilayani besar atau kecil, semua dilayani sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar